Latest News

Wednesday, February 26, 2014

Amba



Amba

Laksmi Pamuntjak

Gramedia � Cet. II, November 2012
494 hal.
(Obral Gramedia Plasa Semanggi 3A � Rp. 20,000 saja)

Jadi begini, buku ini berkisah tentang seorang perempuan bernama Amba yang mencari keberadaan seorang pria bernama Bhisma � setelah berpuluh tahun lamanya. Semua dimulai di tahun 1965, ketika Republik Indonesia ini sedang dalam keadaan politik yang panas. Amba yang berada di Yogyakarta, sempat datang ke Kediri, untuk bekerja sebagai penerjemah catatan seorang dokter muda lulusan Universitas Karl Marx yang bernama Bhisma. Yah, tak butuh waktu lama bagi mereka untuk jatuh cinta, padahal ketika itu, Amba juga sudah menjalin hubungan asmara dengan Salwa, pria baik hati dan sederhana.

Amba dan Bhisma bertemu kembali di Yogyakarta, di bulan Oktober 1965 � ketika keadaan sangat mencekam. Dan terjadi sebuah penyerbuan di Universitas Res Republica. Amba terpisah dari Bhisma, dan itulah kali terakhir Amba melihat Bhisma.

Dari awal bergulir kisah Amba yang berusaha mencari jejak Bhisma di Pulau Buru. Amba, perempuan dengan pembawaan yang mampu membuat semua orang yang bertemu dengannya menaruh hormat. Tak terkecuali Samuel, pria asal Pulau Buru yang membantu Amba.

Di dalam buku ini, tak hanya berkisah tentang latar konflik di tahun 1965, tapi juga tentang perang saudara di Ambon yang menggulirkan banyak kisah pilu di antara warga Ambon.

Amba, Bhisma dan Salwa, adalah nama yang diambil dari tokoh dalam kisah Mahabharata, dengan latar kisah yang sama. Cinta segitiga, di mana Bhisma tak bisa mendapatkan Amba, dan Salwa pun tak mau lagi menerima Amba yang sudah tak suci itu.

Sosok Bhisma memang misterius, dari awal dia lebih  banyak diam, membuat Amba kesal sekaligus penasaran. Apa yang terjadi pada dirinya setelah penangkapan itu, ditulis dalam surat-surat untuk Amba � surat-surat yang tak pernah sampai ke tangan Amba, yang ia sembunyikan di dalam bambu dan dikuburkan di bawah sebuah pohon rindang.

Dan buat gue, Amba yang selalu menjaga sikap ini malah jadi terkesan dingin. Ia menyimpan begitu banyak hal sendiri, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dibandingkan dengan kedua adiknya yang mementingkan penampilan, Amba malah ingin lebih maju, keluar dari desa dan mencari petualangan baru.

Sejujurnya, sulit buat gue untuk membuat review buku ini. Pertama, karena bahasa yang digunakan di dalam buku ini, bisa gue bilang �indah�, kedua, meskipun bahasanya bagus, indah, berbunga-bunga � gue malah jadi sedikit kesulitan �mencerna�nya. Bukan karena klasik, tapi ya itu� sedikit �bersayap�, ketiga: takut� hehehe� rasanya otak gue rada kurang �prima� untuk mencerna begitu dalam isi buku ini. Dan mau gak mau, gue jadi membandingkan buku dengan latar belakang yang sama, yang sempat jadi kontroversi di Khatulistiwa Literary Awards yang lalu. Mungkin karena dari segi sudut pandang yang berbeda ya, gue merasa buku ini agak berat untuk gue.



Submitted for:




-          Baca Bareng BBI bulan February 2014 � tema: Historical Fiction Indonesia






No comments:

Post a Comment

Tags